Jumat, 11 Mei 2012

Bayi Baru Lahir, Jangan Dimandikan


Seorang bidan muda tergopoh-gopoh menggendong bayi yang baru dilahirkan. Wajahnya yang sebelumnya tegang terlihat lega. "Selamat, Bu, bayinya laki-laki. Sekarang, Ibu istirahat dulu, ditemani Bapak. Saya akan memandikan si Kecil, ya," ujar si bidan sambil tersenyum. Kedua orangtua bayi cuma mengangguk. Mereka sudah kehabisan kata-kata untuk melukiskan kegembiraan.
Pada masa lalu, siswi calon bidan selalu diajari untuk memandikan bayi yang baru dilahirkan, segera setelah selesai menolong dan merawat ibu si bayi. Sampai sekarang, kebiasaan langsung memandikan bayi baru lahir sepertinya tetap berlaku "turun-temurun" di dunia perbidanan. Terlebih di kalangan dukun beranak atau dalam bahasa kerennya disebut the traditional birth attendant.
Memandikan bayi baru lahir seolah menjadi prosedur tetap, karena bayi dianggap kotor lantaran berlumuran darah, lendir, mekonium (kotoran bayi, berwarna hitam kental), dan air ketuban. Apalagi jika kulit bayi juga diselimuti lemak berwarna putih - vernix casiosa - yang tampak menjijikkan, sehingga harus dibersihkan dengan kapas yang telah diberi minyak asli dari kelapa.
Tuntutan serupa kadang juga datang dari pihak keluarga. Orangtua yang beragama Islam, misalnya, pasti ingin segera mengumandangkan azan di telinga bayi, sebelum anaknya sempat mendengar kata-kata lain. Untuk itu bayi harus dalam keadaan bersih dari beragam kotoran - semacam ritual wudhu begitu. Bisa disimpulkan, upaya memandikan bayi yang baru dilahirkan ini telah menjadi tradisi. Lalu, mengapa harus dipermasalahkan?
Bayi yang baru lahir sebenarnya tidak tepat kalau segera dimandikan, dengan air hangat sekalipun. Soalnya, ia belum bisa menyesuaikan diri dengan keadaan di luar kandungan ibunya. Kalau tiba-tiba tubuhnya basah oleh air, air (yang menjadi) dingin di tubuhnya akan mengambil panas dari tubuhnya. Akibatnya, suhu tubuhnya turun cepat.
Jika bayi yang baru lahir mengalami kehilangan suhu tubuh, darah yang mengalir membawa oksigen ke seluruh tubuh akan berkurang. Akibatnya, kulit, tangan, kaki, dan wajahnya tampak biru. Akibat kekurangan oksigen itu pula, sel-sel tubuh bayi dapat mengalami kerusakan, terutama sel-sel di daerah otak yang dikenal sangat sensitif. Bisa dibayangkan, apa yang terjadi pada bayi kelak, kalau sel-sel otaknya rusak.
Mestinya, segera setelah lahir, bayi yang basah oleh darah, lendir, mekonium, dan air ketuban cukup dikeringkan dengan menggunakan handuk kering yang halus dan bersih, agar bayi tidak kedinginan, sembari diberi sentuhan mirip pijatan halus. Supaya bayi tidak kehilangan suhu tubuh, jaga agar dia tetap hangat, misalnya dengan mendekapkan bayi di atas dada ibunya dan beri susu sebelum 30 menit pertama kelahiran.
Usahakan juga tidak menempatkan bayi di dekat atau di atas benda-benda dingin. Pada saat menimbang berat badan, sebaiknya bayi tetap dibungkus dengan kain kering. Untuk mendapatkan angka timbang objektif, kurangi beratnya dengan berat kain pembungkusnya. Hindari juga ruangan yang ada hembusan anginnya atau ber-AC.
Mandikan bayi minimal enam jam setelah lahir, atau sampai suhu tubuhnya stabil. Untuk bayi berat lahir rendah tentu perlakuannya harus lebih hati-hati.
Sebagai orangtua si bayi kita diharapkan memahami penundaan mandi ini. Sebab, persalinan disebut sukses kalau ibu dan bayinya selamat, tak hanya pada saat persalinan, tetapi juga ke depan. Untuk itu, dampak salah perlakukan dalam persalinan harus diminimalkan.

0 komentar:

 
;